Nasional
Visioner SMSI: KH. Ma’ruf Amin Perkuat Arah Moral Media Siber Indonesia
JAKARTA, onlinekoranbarito.com — Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) kembali menunjukkan langkah visionernya dalam memperkuat ekosistem media siber nasional. Melalui dukungan moral dari KH. Ma’ruf Amin, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-13, SMSI menegaskan komitmennya untuk membangun media digital yang profesional, berintegritas, dan berlandaskan nilai-nilai kebangsaan.
Dalam pertemuan silaturahmi Pengurus Pusat SMSI dengan KH. Ma’ruf Amin di kediaman beliau, Jakarta, Selasa (4/11/2025), sang ulama dan negarawan itu secara resmi menerima amanah sebagai Ketua Dewan Penasehat SMSI. Kehadirannya menambah kekuatan moral dan spiritual bagi organisasi yang menaungi ribuan media online di seluruh Indonesia tersebut.
“Media siber bukan hanya penyampai kabar, tetapi juga penjaga moral dan pembentuk karakter bangsa. SMSI memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kebenaran dan akhlak publik di tengah derasnya arus digital,” ujar KH. Ma’ruf Amin dengan nada tegas dan bersahaja.
Ketua Umum SMSI, Firdaus, menyebut langkah KH. Ma’ruf Amin sebagai bukti nyata bahwa SMSI berada di jalur yang benar menuju masa depan pers digital yang bermartabat. “Beliau memberikan arah visioner bagi kami — bagaimana media siber tidak hanya fokus pada kecepatan berita, tetapi juga kedalaman moral dan tanggung jawab sosial,” kata Firdaus.
Sementara itu, Prof. Dr. Taufiqurochman, A.Ks., S.Sos., M.Si., Wakil Ketua Dewan Penasehat SMSI, menilai KH. Ma’ruf Amin sebagai sosok yang mampu menyeimbangkan antara idealisme media dan nilai kebangsaan. “Beliau bukan hanya memberi nasihat, tetapi visi. Kehadirannya menjadi inspirasi agar SMSI terus berkembang tanpa kehilangan nilai-nilai luhur bangsa,” ujarnya.
Dukungan senada disampaikan Ilona Juwita, Wakil Ketua Umum Bidang Usaha Media Siber dan Digital. Ia menyebut bahwa SMSI kini memasuki fase baru, di mana teknologi dan etika berjalan beriringan. “Dengan arahan moral KH. Ma’ruf Amin, SMSI siap menjadi poros kekuatan media digital yang berdaya saing dan berkarakter,” ucapnya.
Silaturahmi yang dihadiri juga oleh H. Mohammad Dawam, SH.I., M.H., GS Ashok Kumar, RPS Aji Waskita, Dyah Kristiningsih, Yoga Rifai Hamzah, Hermanto, dan dr. Nishal Dillon, turut membahas rencana strategis SMSI dalam menyukseskan Hari Pers Nasional (HPN) 2026 di Banten.
Pertemuan yang ditutup dengan doa bersama ini menjadi simbol kebersamaan antara insan pers dan tokoh bangsa dalam membangun ekosistem media digital Indonesia yang visioner, inklusif, dan berkeadaban.
Nasional
KH. Ma’ruf Amin Resmi Pimpin Dewan Penasehat SMSI Dukung Penguatan Ekosistem Media Siber Nasional dan HPN 2026 di Banten
JAKARTA, onlinekoranbarito.com – Wakil Presiden Republik Indonesia ke-13, KH. Ma’ruf Amin, resmi menjadi Ketua Dewan Penasehat Serikat Media Siber Indonesia (SMSI). Keputusan tersebut disampaikan dalam momen silaturahmi Pengurus Pusat SMSI ke kediaman beliau di Jakarta, Selasa, 4 November 2025, yang berlangsung dalam suasana hangat dan penuh kekeluargaan.
Silaturahmi ini dipimpin langsung oleh Ketua Umum SMSI Pusat, Firdaus, dan dihadiri jajaran pengurus pusat antara lain Prof. Dr. Taufiqurochman, A.Ks., S.Sos., M.Si. selaku Wakil Ketua Dewan Penasehat, H. Mohammad Dawam, SH.I., M.H. selaku Wakil Ketua Dewan Pakar, GS Ashok Kumar selaku Wakil Ketua Dewan Pertimbangan, Ilona Juwita selaku Wakil Ketua Umum Bidang Usaha Media Siber dan Digital, RPS Aji Waskita selaku Bendahara Umum SMSI Pusat, Dyah Kristiningsih dari Departemen Administrasi dan Keuangan, Yoga Rifai Hamzah selaku Direktur Big Data, Hermanto selaku Direktur Humas dan Pemberitaan, serta dr. Nishal Dillon dari Media Crisis Center (MCC).
Dalam pertemuan yang berlangsung akrab namun penuh makna tersebut, jajaran pengurus SMSI menyampaikan sejumlah agenda strategis organisasi, termasuk rencana pelaksanaan Hari Pers Nasional (HPN) 2026 di Provinsi Banten. KH. Ma’ruf Amin menyampaikan apresiasi tinggi terhadap kiprah SMSI sebagai organisasi media siber terbesar di Indonesia. Beliau menilai SMSI memiliki peran strategis dalam menjaga etika, moral, dan keseimbangan informasi di tengah derasnya arus digitalisasi.
“Media siber bukan hanya penyampai kabar, tetapi juga pembentuk moral dan karakter masyarakat. Dalam era digital, media harus menjadi penjaga kebenaran dan penuntun akhlak publik. SMSI punya peran besar di situ,” ujar KH. Ma’ruf Amin. Beliau menambahkan, dukungan moral dan spiritual menjadi bagian penting dalam menjaga arah media siber agar tetap berpihak pada kepentingan bangsa dan nilai-nilai kebenaran. “Saya bersedia menjadi Ketua Dewan Penasehat SMSI agar bisa ikut memperkuat peran media siber yang sehat, profesional, dan berakhlak,” tambahnya.
Ketua Umum SMSI, Firdaus, menyampaikan rasa syukur dan apresiasi atas kesediaan KH. Ma’ruf Amin mendampingi SMSI. “Beliau adalah sosok ulama dan negarawan yang menjadi teladan moral bangsa. Kehadiran KH. Ma’ruf Amin memberi energi baru bagi SMSI untuk memperkuat marwah pers yang merdeka dan bermartabat,” ujar Firdaus. Ia menegaskan bahwa SMSI akan terus mendorong sinergi antara dunia pers, pemerintah, dan masyarakat dalam membangun ekosistem media siber nasional yang kuat dan berintegritas.
Prof. Dr. Taufiqurochman, A.Ks., S.Sos., M.Si., selaku Wakil Ketua Dewan Penasehat SMSI, menyebut kehadiran KH. Ma’ruf Amin sebagai anugerah besar bagi dunia pers Indonesia. Menurutnya, figur ulama dan negarawan seperti beliau akan membawa keseimbangan antara idealisme media dan nilai-nilai kebangsaan. “Kiai Ma’ruf Amin adalah sosok penjaga moral bangsa. Dengan beliau memimpin Dewan Penasehat, SMSI mendapat bimbingan spiritual sekaligus arah kebijakan moral dalam menjalankan peran sosial media siber di era disrupsi digital,” ujarnya. Ia menambahkan, “Beliau juga sangat memahami peran strategis media dalam menjaga kohesi sosial dan persatuan nasional. Karena itu, keberadaan beliau di SMSI adalah berkah dan tanggung jawab besar bagi kita semua.”
Ilona Juwita, Wakil Ketua Umum Bidang Usaha Media Siber dan Digital, menilai dukungan KH. Ma’ruf Amin sebagai penguatan moral sekaligus dorongan bagi SMSI untuk terus membangun profesionalisme media digital di seluruh Indonesia. “Dengan arahan beliau, SMSI semakin mantap melangkah menuju kemandirian dan profesionalisme media siber yang adaptif, beretika, dan berpihak pada kepentingan bangsa,” ujarnya.
Sementara itu, H. Mohammad Dawam, SH.I., M.H., Wakil Ketua Dewan Pakar SMSI, menegaskan bahwa kehadiran KH. Ma’ruf Amin memperkuat jati diri SMSI sebagai organisasi yang menempatkan moralitas dan kebangsaan di atas kepentingan pragmatis. “Beliau bukan sekadar penasihat, tetapi juga simbol kebijaksanaan dan penuntun nilai-nilai luhur dalam kehidupan pers nasional,” ucap Gus Dawam.
Nasional
AJI dan SMSI: Menyulam Kolaborasi untuk Ekosistem Media yang Lebih Sehat
JAKARTA, onlinekoranbarito.com — Suasana hangat terasa di Sekretariat Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Jalan Veteran II No. 7C, Jakarta Pusat, ketika Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melakukan kunjungan pada Kamis (30/10/2025).
Rombongan AJI yang dipimpin Sekretaris Jenderal Bayu Whardhana, didampingi Edi Faisol (Ketua Ketenagakerjaan) dan Sunudyantoro (Ketua Bidang Pendidikan), disambut langsung oleh Ketua Umum SMSI, Firdaus, beserta jajaran pengurus pusat. Pertemuan berlangsung akrab, diwarnai diskusi penuh semangat mengenai tantangan dan arah masa depan jurnalisme digital di Indonesia.
Bagi kedua organisasi, kunjungan ini bukan sekadar ajang silaturahmi. Ada kesadaran yang sama bahwa ekosistem media nasional membutuhkan kolaborasi nyata untuk menjaga profesionalisme dan integritas di tengah derasnya arus informasi digital.
“Kami melihat SMSI memiliki peran strategis dalam mengonsolidasikan media siber di tanah air. Kolaborasi seperti ini penting agar industri pers kita tetap sehat, kredibel, dan berintegritas,” ujar Bayu Whardhana.
Bayu menilai SMSI tidak hanya menjadi wadah organisasi media, tetapi juga telah berkembang sebagai motor penggerak transformasi digital yang mampu menjaga keseimbangan antara idealisme jurnalistik dan dinamika industri media modern.
Menanggapi hal tersebut, Firdaus menyampaikan apresiasinya terhadap semangat sinergi yang ditunjukkan AJI. Ia menegaskan bahwa SMSI lahir dari semangat wartawan yang profesional dan berintegritas.
“SMSI dibidani oleh aktivis Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yang notabene adalah wartawan profesional. Dalam banyak hal, kami sering berkomunikasi dengan rekan-rekan AJI dan AMSI, terutama terkait kebijakan di Dewan Pers,” ungkap Firdaus.
Ia menambahkan, “Walaupun ada perbedaan, banyak juga persamaan yang dapat kita perjuangkan bersama.” ungkap Firdaus
Pertemuan tersebut menjadi momentum penting bagi dua organisasi besar di dunia pers ini. AJI dan SMSI menunjukkan komitmen yang sama untuk memperkuat ekosistem media nasional, menjaga kredibilitas jurnalisme, dan memastikan transformasi digital berjalan seiring dengan nilai-nilai etika dan profesionalisme. (***).
Nasional
Prof Henri Subiakto: UU ITE Harus Dikawal agar Tak Menjadi Alat Pembungkam Pers
JAKARTA, onlinekoranbarito.com– Dewan Pakar Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Prof Henri Subiakto menegaskan bahwa Undang-indang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) merupakan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi digital yang melahirkan bentuk-bentuk komunikasi baru di masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Prof. Henri dalam Dialog Nasional bertema “Media Baru vs UU ITE” yang diselenggarakan SMSI Pusat secara daring melalui platform Zoom Meeting, Selasa (28/10/2025).
Kegiatan ini digelar dalam rangka menyongsong peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2026.
Menurutnya, perkembangan teknologi informasi telah menghadirkan beragam aktivitas berbasis internet yang menimbulkan perbuatan hukum baru sehingga membutuhkan dasar pengaturan.
“Transaksi dan aktivitas baru berbasis internet menimbulkan perbuatan hukum baru yang perlu diatur. Karena itu, UU ITE menjadi penting,” ujar Prof. Henri.
Ia memaparkan, jumlah pengguna internet di Indonesia saat ini telah mencapai sekitar 191 juta orang, sementara pengguna media sosial seperti Facebook, WhatsApp, dan X (Twitter) mencapai lebih dari 224 juta akun aktif. Dengan jumlah tersebut, UU ITE menjadi salah satu regulasi yang paling sering digunakan dalam berbagai kasus hukum di Indonesia.
Namun, Prof. Henri menyoroti bahwa penerapan UU ITE kerap menimbulkan persoalan, terutama ketika digunakan untuk menjerat karya jurnalistik maupun opini publik yang disampaikan melalui media.
“Wartawan dan media bekerja dalam koridor Undang-Undang Pers. Mereka tidak bisa diperlakukan sama dengan pengguna media sosial biasa. Tapi sayangnya, masih sering ada salah tafsir dalam penerapan UU ITE terhadap produk jurnalistik,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa di era digital saat ini, media baru seperti podcast dan media daring berkembang pesat karena kemudahan akses serta rendahnya biaya produksi.
“Podcast itu menarik karena mudah diakses dan dibuat. Biayanya murah, sehingga lebih independen dari tekanan iklan atau sponsor,” jelasnya.
Meski demikian, Prof. Henri mengingatkan bahwa media baru tetap harus memegang prinsip jurnalisme dan kode etik pers, termasuk dalam hal verifikasi fakta dan menjaga objektivitas pemberitaan.
“Podcast dan media daring memang berbeda format, tapi secara fungsi keduanya sama-sama menyampaikan informasi kepada publik. Hanya saja, banyak yang belum diakui secara resmi oleh Dewan Pers,” tuturnya.
Ia juga menyoroti masih maraknya kasus kriminalisasi terhadap jurnalis yang dilaporkan menggunakan UU ITE, terutama ketika karya jurnalistik menyinggung isu sensitif seperti korupsi atau kritik terhadap pejabat publik.
“Sekarang banyak orang yang kerjanya lapor. Sedikit berbeda pendapat, langsung dilaporkan dengan UU ITE. Ini yang menakutkan,” tegasnya.
Menutup paparannya, Prof. Henri mendorong SMSI untuk berperan aktif dalam memperjuangkan revisi UU ITE agar penerapannya tidak mengekang kebebasan pers maupun kebebasan berpendapat.
“SMSI perlu mengambil peran untuk memastikan UU ITE tidak menjadi alat pembungkam, tapi tetap mengedepankan semangat kebangsaan dan kebaikan bagi bangsa,” tegasnya. (***)
Nasional
Diskusi Menyongsong HPN 2026, SMSI Siapkan Rekomendasi Kebijakan untuk Pemda dan Dewan Pers
JAKARTA, onlinekoranbarito.com – Menyambut Hari Pers Nasional (HPN) 2026, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) tidak hanya berencana menggelar serangkaian diskusi, tetapi telah menyiapkan peta jalan jelas untuk melahirkan rekomendasi kebijakan strategis.
Rencana tersebut diungkapkan langsung oleh Ketua Umum SMSI, Firdaus, dalam Pembukaan Dialog Nasional perdana yang digelar di Gedung Serbaguna SMSI, Jalan Veteran II, Nomor 7c, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).
Acara pembukaan ini dihadiri sejumlah tokoh kunci industri media, antara lain Wakil Ketua Dewan Pers Totok Suryanto, Dewan Pembina SMSI Prof. Harris Arthur Hedar, Dewan Pakar SMSI Yuddy Chrisnandi, Prof. Henri Subiakto, serta Hersubeno Arief, serta para pengurus dan anggota SMSI dari berbagai daerah yang juga hadir melalui zoom meeting.
Kehadiran para tokoh ini menunjukkan pentingnya agenda strategis menuju HPN 2026.
Firdaus menjelaskan, agenda strategis ini akan diwujudkan melalui serial dialog selama empat bulan ke depan.
”Dialog ini adalah untuk menyongsong Hari Pers Nasional di 2026 mendatang. Rangkaian ini akan terdiri dari 4 sesi. Kita mulai dengan diskusi pada bulan Oktober ini, lalu berlanjut pada November, Desember, dan puncaknya pada Januari 2026,” paparnya.
Firdaus menegaskan bahwa target akhir dari seluruh proses ini adalah sebuah kontribusi nyata.
”Mudah-mudahan, hasil dari pada dialog atau diskusi dalam 4 sesi ini, nanti pada Februari HPN 2026, akan melahirkan rekomendasi kepada pemerintah daerah atau Dewan Pers,” ujar Firdaus.
Rekomendasi ini diharapkan dapat menjawab berbagai tantangan aktual di industri media siber.
Salah satu tantangan krusial yang akan dibahas adalah fenomena maraknya “media baru”.
Firdaus mengangkat persoalan mendasar yang dihadapi platform digital kontemporer.
”Media baru ini cukup dikelola sendiri, paling hanya tiga orang,” katanya, menggambarkan model operasional yang berbeda dari media konvensional.
Kondisi ini, lanjutnya, memunculkan pertanyaan mendasar tentang posisi dan legitimasi mereka dalam dunia pers.
”Lalu nanti pertanyaannya, apakah media baru ini masuk ke ranah jurnalis atau seperti apa? Yang paling penting, apakah nanti media baru ini bisa diterima oleh masyarakat pers?” tutur Firdaus.
Melalui serial diskusi yang sistematis ini, SMSI bertekad untuk menjawab tantangan tersebut dan merumuskan rekomendasi yang tidak hanya reaktif, tetapi juga visioner.
Fokusnya adalah menciptakan ekosistem media yang adil, berkelanjutan, dan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman, sekaligus menjaga marwah jurnalisme Indonesia.
”Ini adalah ikhtiar kolektif kita untuk memastikan bahwa transformasi digital di dunia pers membawa kemaslahatan, bukan hanya disruption. Hasil rekomendasi ini nantinya akan menjadi panduan bersama,” pungkas Firdaus menutup paparannya.***
Nasional
SMSI, Gerakan Kolektif Menjaga Marwah Pers Digital
JAKARTA, onlinekoranbarito.com -Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) bukan sekadar wadah organisasi, tetapi gerakan kolektif untukmenjaga marwah pers nasional di ranah digital.
Demikian Prof. Dr. Harris Arthur Hedar, S.H., M.H., Guru Besar Bidang Hukum Kebijakan Publik yang juga Ketua Dewan Pembina SMSI dalam sambutannya ketika membuka dialog nasional bertema “Media Baru: Peluang dan Tantangannya”.
Dialog nasional yang mengambil tempat di Kantor SMSI Pusat, Jalan Vereran, Jakarta, dan diperluas dengan aplikasi zoom berlangsung Selasa, 7 Oktober 2025.
“Kita ingin memastikan transformasi media berjalan dengan etika, akurasi, dan keberpihakan pada
kebenaran serta kepentingan publik,” kata Harris Arthur Hedar dalam pembukaan dialog.
Hadir sebagai pembicara selain Ketua Umum SMSI Firdaus, juga Ketua Dewan Pakar SMSI, Prof. Yuddy Chrisnandi, Wakil Ketua Dewan Pers Totok Suryanto, dan pembicara lainnya seperti Dr. Abraham Samad, Prof. Henry Subiakto, Hersubeno Arif, dan Ilona Juwita,
Menurut Ketua Dewan Pembina Harris, SMSI harus terus berupaya:
⁃ Mendorong literasi digital bagi
masyarakat dan ekosistem media,
⁃ Memperjuangkan perlindungan hukum bagi jurnalis dan perusahaan media siber, serta.
⁃ Meningkatkan kompetensi teknologi dan bisnis media.
⁃ Menjaga sinergi dengan pemerintah, Dewan Pers, dan pemangku kepentingan lainnya.
“ Saya berharap dialog ini melahirkan pemikiran tajam dan rekomendasi konkret, baik untuk SMSI sendiri maupun bagi dunia media siber Indonesia,” tuturnya.
Tentu yang juga sangat penting bagaimana kita menghadapi derasnya konten user generated, algoritma platform global, serta tantangan etik dan hukum. Bagaimana media siber tetap menjadi watchdog demokrasi sekaligus adaptif terhadap perkembangan industri.
“Kita harus menjadikan SMSI rumah besar bagi media siber yang kredibel, berdaya, dan berpihak pada kepentingan bangsa. Akhir kata, saya mengapresiasi kerja keras
panitia, Dewan Pakar, dan seluruh pengurus SMSI atas penyelenggaraan forum penting ini.
Mari kita jadikan momentum ini sebagai pijakan memperkuat kualitas media siber Indonesia, agar
tetap tangguh, adaptif, namun tidak kehilangan jatidiri dan tanggung jawab sosialnya.
Terkait tema yang dipilih dalam dialog ini, bagi SMSI yang mempunyai ribuan perusahaan media siber, fenomena ini menghadirkan dua sisi.
Pertama peluang besar untuk memperluas jangkauan, mempercepat distribusi informasi,dan memperkuat demokratisasi pengetahuan.
Dan kedua, tantangan serius berupa arus disinformasi, hoaks, polarisasi opini, serangan siber, dan tekanan model bisnis media yang terus berubah.
Sebagai Dewan Pembina, saya memandang, Dialog Nasional ini menjadi momentum penting bagi SMSI untuk memperkuat kapasitas strategis media siber Indonesia, agar tetap independen, profesional, dan memiliki daya saing tinggi di era platform digital global. (*)
Nasional
Ichsanuddin Noorsy Sesalkan Pernyataan Gubernur Bali dan Dirjen Perhubungan Udara
JAKARTA, onlinekoranbarito.com – Pakar ekonomi politik dan analis kebijakan publik Dr. Ichsanuddin Noorsy menyesalkan pernyataan Gubernur Bali dan Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan yang melontarkan pandangan berseberangan dengan kebijakan resmi Presiden Prabowo Subianto terkait lokasi pembangunan Bandara Internasional Bali Utara (BIBU).
“Ini bentuk pelecehan terhadap kebijakan presiden dan juga terhadap iklim dan kepastian hukum investasi serta bisa menimbulkan kebingungan publik,” katanya dalam perbincangan dengan wartawan di Jakarta, Senin (6/10/2025).
Dalam sistem pemerintahan yang sehat, lanjutnya, hierarki kebijakan harus dijaga. Peraturan Presiden (Perpres) sebagai turunan langsung dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah kompas utama arah pembangunan. Setiap pejabat negara, baik di pusat maupun daerah wajib tunduk pada keputusan yang telah ditegaskan Presiden.
Namun belakangan publik dibuat bingung oleh sikap dan pernyataan dua pejabat, yakni Gubernur Bali pada 30 Juni 2025 dan Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub pada 27 September 2025 yang justru melontarkan pandangan berseberangan dengan kebijakan resmi Presiden Prabowo Subianto terkait lokasi pembangunan BIBU.
Keduanya membuka wacana pemindahan lokasi proyek dari Kubutambahan, Buleleng ke Sumberklampok, wilayah yang berada di tengah Taman Nasional Bali Barat. Langkah ini bukan hanya menimbulkan kebingungan publik, tapi juga menebar ketidakpastian di dunia investasi.
Padahal, fakta hukum sudah gamblang. Lokasi BIBU di Kubutambahan telah dikukuhkan dalam Perpres No. 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025-2029 yang ditandatangani langsung oleh Presiden Prabowo Subianto pada 10 Februari 2025, dan Perpres itu bersifat final dan mengikat.
Tidak ada lagi ruang tawar-menawar atau wacana pemindahan lokasi, sementara pernyataan Gubernur Bali dan Dirjen Perhubungan Udara sama saja dengan bentuk perlawanan terbuka terhadap keputusan presiden.
“Ini bukan sekadar beda pandangan, tapi sudah menyentuh ranah insubordinasi birokrasi yang bisa menghancurkan iklim investasi dan kepercayaan investor,” tegas Ichsanuddin.
Sebelumnya, menurut dia, Dirjen Perhubungan Udara justru pernah menolak lokasi Sumberklampok melalui surat resmi kepada Gubernur Bali tertanggal 23 Desember 2020.
Alasannya jelas, kawasan tersebut tidak sesuai dengan Perda Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali 2009-2029, mengancam Taman Nasional Bali Barat (TNBB) dan sebagian lahannya akan memakai zona konservasi seluas sekitar 64 hektar.
Kini, justru lokasi yang dulu dinilai tidak layak itu dihidupkan kembali, padahal berpotensi menabrak Undang-Undang Konservasi, memicu konflik lingkungan, dan menimbulkan tumpang tindih ruang udara dengan Bandara Blimbingsari di Banyuwangi yang jaraknya hanya dipisahkan Selat Bali.
Visi Presiden: Bali Utara, Poros Pertumbuhan Baru
Pada bagian lain, Ichsanuddin mengingatkan, proyek BIBU Kubutambahan adalah wujud nyata visi besar Presiden Prabowo, menjadikan Bali sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan timur Indonesia.
Dalam berbagai kesempatan, termasuk di Sanur pada November 2024, Presiden Prabowo menegaskan ambisinya menjadikan Bali sebagai “The New Singapore” atau “The New Hong Kong.”
Langkah strategis itu disambut PT BIBU Panji Sakti, selaku pemrakarsa proyek, yang sudah mengamankan komitmen investasi senilai Rp50 triliun dan meluncurkan desain bandara modern di atas laut (offshore).
Proyek ini telah dikaji lintas kementerian serta telah mendapat lampu hijau dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Investasi (BKPM), dan Bappenas sebelum akhirnya dimasukkan ke RPJMN 2025–2029.
Ichsanuddin lebih lanjut mengemukakan, sikap pejabat daerah dan pusat yang tidak sejalan dengan Perpres membuat sejumlah tokoh adat di Bali geram. Paiketan Puri-Puri Se-Jebag Bali (P3SB) mendesak Presiden Prabowo segera memulai pembangunan BIBU.
“Kami sudah jenuh dengan wacana. Perpres Nomor 12 Tahun 2025 sudah jelas: lokasi bandara di pesisir Kubutambahan,” tegas Anak Agung Ngurah Ugrasena, Sekretaris P3SB sekaligus Penglingsir Puri Agung Singaraja sebagaimana dikutip Ichsanuddin.
Nada serupa datang dari Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FSKN). Melalui surat resmi bertanggal 29 September 2025, mereka meminta Presiden segera meresmikan peletakan batu pertama pembangunan BIBU.
Ketua Umum FSKN Brigjen Pol (Purn) Dr. A.A. Mapparessa, M.M., M.Si., Karaeng Turikale VIII menyebut proyek ini strategis untuk memacu pemerataan ekonomi dan memperkuat identitas budaya Bali dalam bingkai kejayaan peradaban bangsa.
Menurut Ichsanuddin, perilaku pejabat yang menentang keputusan Presiden bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga penghancuran sistem pemerintahan, dan ia meminta Presiden Prabowo supaya mengambil langkah tegas untuk menertibkan seluruh elemen birokrasi agar tegak lurus pada Perpres 12/2025.
“Tidak boleh ada ego sektoral yang menabrak keputusan kepala negara. Kalau dibiarkan, ini bukan hanya melecehkan Presiden, tapi juga mempermalukan Republik di mata dunia investasi,” tegasnya.
Nasional
PWI Pusat Resmi Dilantik, Tanda Pers Indonesia Kembali Satu Haluan
SURAKARTA, onlinekoranbarito.com – Napas baru dunia pers Indonesia resmi dimulai. Sabtu (4/10/2025), di tempat bersejarah Monumen Pers Nasional, Solo, Jawa Tengah, pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat periode 2025–2030 dikukuhkan dalam suasana penuh haru dan semangat persatuan.
Momentum bersejarah itu turut dihadiri Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, Wamenkomdigi Nezar Patria, Wakil Wali Kota Solo Astrid Widayani, serta ratusan insan pers dan tamu undangan dari berbagai daerah.
Ketua Umum PWI Pusat Akhmad Munir menegaskan, pemilihan Monumen Pers bukan tanpa alasan. Tempat yang menjadi saksi lahirnya PWI pada 9 Februari 1946 itu dianggap sebagai simbol persatuan dan perjuangan wartawan Indonesia.
“Monumen Pers memiliki spirit persatuan dan perjuangan dari para pendahulu kita. Setelah dua tahun kita mengalami stagnasi dan dualisme, kini saatnya kembali bersatu,” tegas Munir.
Ia mengakui, hampir dua tahun belakangan organisasi wartawan tertua di Indonesia itu sempat mengalami kebuntuan akibat perpecahan kepengurusan. Namun, pengukuhan kali ini disebutnya sebagai babak baru untuk mengembalikan marwah PWI sebagai rumah besar wartawan Indonesia.
Dalam pidatonya, Munir mengibaratkan informasi yang dihasilkan wartawan sebagai makanan bagi publik.
“Masyarakat kini dibanjiri informasi. Pertanyaannya, apakah yang kita sajikan itu makanan bergizi atau justru racun?” ujarnya menyentil.
Munir mengajak seluruh anggota PWI agar menjaga profesionalitas dan berpegang teguh pada kode etik jurnalistik demi menghadirkan informasi yang sehat dan mencerdaskan.
Ditempat yang sama, Ketua PWI Surakarta Anas Syahirul yang menjadi tuan rumah, berharap momentum pengukuhan ini menjadi titik akhir perpecahan di tubuh PWI.
“Tidak ada lagi kelompok Pak HBC, tidak ada lagi kelompok Pak Zul. Sekarang hanya ada satu, yaitu kelompok Pak Munir,” tandasnya disambut tepuk tangan hadirin.
Prosesi pengukuhan dimulai dengan pembacaan Surat Keputusan oleh Sekjen PWI Pusat Zulmansyah Sekedang, dilanjutkan penyerahan SK dan ucapan selamat dari Menkomdigi dan Wamenkomdigi.
Dalam sambutannya, Menkomdigi Meutya Hafid menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan pers. Ia menilai PWI punya peran vital dalam menjaga ekosistem informasi yang sehat dan berimbang di era digital.
Pengukuhan pengurus PWI Pusat periode 2025–2030 di Monumen Pers Solo menjadi simbol kuat bahwa pers Indonesia siap melangkah ke depan dengan semangat baru: persatuan, profesionalitas, dan tanggung jawab moral kepada publik. (isn/kb).
Nasional
Praktek Pamer Hasil Korupsi Oleh APH, Untuk Apa?
Oleh Muhammad Akhyar Adnan*
Belakangan ini masyarakat sering dihadapkan pada gambar-gambar aparat penegak hukum yang memamerkan tumpukan uang kertas dalam jumlah fantastis, mulai dari miliaran hingga hampir mencapai triliunan rupiah.
Fenomena ini menarik untuk dicermati secara kritis, karena tidak hanya melibatkan aspek estetika visual, tetapi sejatinya juga menyimpan pesan sosial dan implikasi hukum yang cukup serius.
Tujuan utama aparat penegak hukum memamerkan uang tersebut biasanya adalah sebagai bukti keberhasilan mereka dalam memberantas tindak pidana korupsi, penggelapan, narkoba, atau kejahatan keuangan lainnya.
Dalam konteks ini, eksposur uang dalam jumlah besar dimaksudkan untuk menunjukkan efektivitas kerja aparat, sekaligus memberi sinyal bahwa hukum tidak pandang bulu dalam menangani kasus kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat.
Namun, praktik memamerkan uang dalam jumlah sangat besar sebenarnya berada di luar nalar. Secara praktis, tidak mungkin para koruptor atau pelaku kejahatan menyimpan dana secara tunai dalam jumlah sebesar itu.
Sudah menjadi kebiasaan di berbagai organisasi dan institusi menggunakan sistem “petty cash”, yaitu jumlah uang tunai terbatas yang disediakan untuk pengeluaran kecil sehari-hari, bukan menyimpan miliaran rupiah dalam bentuk tunai.
Dana hasil kejahatan finansial umumnya disimpan dalam bentuk aset tidak likuid, investasi, atau diputar melalui rekening bank agar lebih sulit dilacak. Oleh karena itu, uang tunai yang dipamerkan biasanya sudah dikumpulkan dari berbagai sumber dan kasus, bukan mencerminkan satu transaksi atau satu pelaku semata.
Misalnya, dalam beberapa kasus besar korupsi di Indonesia, seperti kasus korupsi di proyek e-KTP atau korupsi dana bansos, aparat berhasil menyita uang tunai sejumlah besar yang berasal dari gabungan pendapatan hasil operasi penegakan hukum selama beberapa waktu.
Meski jumlahnya sangat besar, uang tersebut bukan disimpan secara mencolok oleh para pelaku, melainkan hasil penelusuran dan penyitaan dari berbagai lokasi atau rekening. Hal ini menguatkan klaim bahwa pemaparan uang dalam jumlah fantastis lebih bersifat simbolik daripada cerminan aktual dari cara koruptor bekerja.
Dari sisi dampak sosial, praktik pamer uang kertas ini seolah menjadi tontonan media yang menghibur publik dan memberikan “kepuasan instan” bahwa hukum sedang bekerja.
Namun, pendekatan ini berisiko menimbulkan budaya sensasionalisme yang mengabaikan hak-hak tersangka, proses peradilan yang adil serta transparansi yang sebenarnya.
Alih-alih memperkuat kepercayaan publik, eksibisi tersebut bisa menimbulkan skeptisisme terhadap integritas aparat hukum dan sistem peradilan jika dianggap sebagai pencitraan semata.
Dari perspektif hukum, pertanyaan penting yang muncul adalah bagaimana mekanisme penyimpanan, pendokumentasian, dan pengamanan barang bukti berupa uang tersebut dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan atau kebocoran.
Kelemahan tata kelola barang bukti dapat melemahkan bukti dalam persidangan dan memberi celah bagi oknum mafia hukum. Oleh karena itu aparat wajib menunjukkan akuntabilitas yang ketat dan transparansi dalam pengelolaan aset hasil perkara.
Fenomena ini juga mencerminkan dilema institusional di mana aparat penegak hukum terjebak dalam kultur “politik pencitraan” yang lebih mengutamakan narasi keberhasilan dibandingkan proses hukum yang substantif.
Dalam negara hukum yang ideal, penegakan hukum haruslah berorientasi pada keadilan yang seimbang, menghormati hak asasi, dan mengedepankan transparansi tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip tersebut demi impresi media.
Dengan demikian, fenomena aparat penegak hukum yang suka memamerkan uang kertas dalam jumlah sangat besar sebaiknya ditinjau ulang, tidak hanya dari sisi estetika atau kepuasan publik sesaat, tetapi juga dari implikasi sosial dan hukum yang lebih mendalam.
Perlu ada upaya reformasi komunikasi publik aparat agar fokus pada edukasi hukum, transparansi proses, dan akuntabilitas, bukan hanya mempertontonkan angka fantastis yang berpotensi menyesatkan.
*Muhammad Akhyar Adnan adalah Dosen Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Yarsi.
Nasional
Praktek Pamer Hasil Korupsi Oleh APH, Untuk Apa?
Oleh Muhammad Akhyar Adnan*
Belakangan ini masyarakat sering dihadapkan pada gambar-gambar aparat penegak hukum yang memamerkan tumpukan uang kertas dalam jumlah fantastis, mulai dari miliaran hingga hampir mencapai triliunan rupiah.
Fenomena ini menarik untuk dicermati secara kritis, karena tidak hanya melibatkan aspek estetika visual, tetapi sejatinya juga menyimpan pesan sosial dan implikasi hukum yang cukup serius.
Tujuan utama aparat penegak hukum memamerkan uang tersebut biasanya adalah sebagai bukti keberhasilan mereka dalam memberantas tindak pidana korupsi, penggelapan, narkoba, atau kejahatan keuangan lainnya.
Dalam konteks ini, eksposur uang dalam jumlah besar dimaksudkan untuk menunjukkan efektivitas kerja aparat, sekaligus memberi sinyal bahwa hukum tidak pandang bulu dalam menangani kasus kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat.
Namun, praktik memamerkan uang dalam jumlah sangat besar sebenarnya berada di luar nalar. Secara praktis, tidak mungkin para koruptor atau pelaku kejahatan menyimpan dana secara tunai dalam jumlah sebesar itu.
Sudah menjadi kebiasaan di berbagai organisasi dan institusi menggunakan sistem “petty cash”, yaitu jumlah uang tunai terbatas yang disediakan untuk pengeluaran kecil sehari-hari, bukan menyimpan miliaran rupiah dalam bentuk tunai.
Dana hasil kejahatan finansial umumnya disimpan dalam bentuk aset tidak likuid, investasi, atau diputar melalui rekening bank agar lebih sulit dilacak. Oleh karena itu, uang tunai yang dipamerkan biasanya sudah dikumpulkan dari berbagai sumber dan kasus, bukan mencerminkan satu transaksi atau satu pelaku semata.
Misalnya, dalam beberapa kasus besar korupsi di Indonesia, seperti kasus korupsi di proyek e-KTP atau korupsi dana bansos, aparat berhasil menyita uang tunai sejumlah besar yang berasal dari gabungan pendapatan hasil operasi penegakan hukum selama beberapa waktu.
Meski jumlahnya sangat besar, uang tersebut bukan disimpan secara mencolok oleh para pelaku, melainkan hasil penelusuran dan penyitaan dari berbagai lokasi atau rekening. Hal ini menguatkan klaim bahwa pemaparan uang dalam jumlah fantastis lebih bersifat simbolik daripada cerminan aktual dari cara koruptor bekerja.
Dari sisi dampak sosial, praktik pamer uang kertas ini seolah menjadi tontonan media yang menghibur publik dan memberikan “kepuasan instan” bahwa hukum sedang bekerja.
Namun, pendekatan ini berisiko menimbulkan budaya sensasionalisme yang mengabaikan hak-hak tersangka, proses peradilan yang adil serta transparansi yang sebenarnya.
Alih-alih memperkuat kepercayaan publik, eksibisi tersebut bisa menimbulkan skeptisisme terhadap integritas aparat hukum dan sistem peradilan jika dianggap sebagai pencitraan semata.
Dari perspektif hukum, pertanyaan penting yang muncul adalah bagaimana mekanisme penyimpanan, pendokumentasian, dan pengamanan barang bukti berupa uang tersebut dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan atau kebocoran.
Kelemahan tata kelola barang bukti dapat melemahkan bukti dalam persidangan dan memberi celah bagi oknum mafia hukum. Oleh karena itu aparat wajib menunjukkan akuntabilitas yang ketat dan transparansi dalam pengelolaan aset hasil perkara.
Fenomena ini juga mencerminkan dilema institusional di mana aparat penegak hukum terjebak dalam kultur “politik pencitraan” yang lebih mengutamakan narasi keberhasilan dibandingkan proses hukum yang substantif.
Dalam negara hukum yang ideal, penegakan hukum haruslah berorientasi pada keadilan yang seimbang, menghormati hak asasi, dan mengedepankan transparansi tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip tersebut demi impresi media.
Dengan demikian, fenomena aparat penegak hukum yang suka memamerkan uang kertas dalam jumlah sangat besar sebaiknya ditinjau ulang, tidak hanya dari sisi estetika atau kepuasan publik sesaat, tetapi juga dari implikasi sosial dan hukum yang lebih mendalam.
Perlu ada upaya reformasi komunikasi publik aparat agar fokus pada edukasi hukum, transparansi proses, dan akuntabilitas, bukan hanya mempertontonkan angka fantastis yang berpotensi menyesatkan.
*Muhammad Akhyar Adnan adalah Dosen Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Yarsi.
-
Nasional3 tahun agoSambut Tahun Baru 2023, IOH Region Kalisumapa Siapkan Command Center
-
Nasional2 bulan agoAkhmad Munir Terpilih Ketua Umum PWI Pusat, Tiga Formatur Disepakati
-
Kalteng1 tahun agoPj Bupati Murung Raya Buka Forum Komunikasi Implementasi Pencapaian UHC
-
Kalteng3 bulan agoWakil Bupati Murung Raya Hadiri Rakor Percepatan Penurunan Stunting di Aula Kantor Gubernur
-
Kalsel3 bulan agoBupati H Fani Ingin Wujudkan Tabalong Religius
-
Kalsel3 bulan agoBupati Inginkan Kolaborasi Sukseskan Tabalong Smart
-
Kalsel3 bulan agoTabalong Wujudkan Program Satu Desa Satu Pendakwah
-
DPRD Kabupaten Pulang Pisau3 bulan agoKoperasi Merah Putih Dianggap Strategis Bangun Ekonomi Lokal
-
DPRD Kabupaten Pulang Pisau2 bulan agoFraksi DPRD Pulpis Sepakat Bahas Revisi Perda OPD
-
Kalteng2 bulan agoBupati Heriyus Kunker ke PT Adaro Minerals, Dorong Sinergi Perusahaan dan Pemda untuk Kesejahteraan Masyarakat
